23 Desember 2008

Pagi yang dingin


Hari ini ladang as-syifa masih diguyur hujan sejak kemaren sore. Hujan"ngeprul" kalo istilah jermannya. Hujan rintik-rintik tapi lama. Kadang berhenti sejenak memberi kesempatan kita untuk berpindah tempat. sangat romantis..........., kata yang suka romantis-romantisan.

Walau kadang agak menghambat aktivitas, saya selalu berusaha untuk berfikir positif dengan datangnya setiap situasi yang terjadi. termasuk dengan musim hujan. Dengan jelas sekali dalam Al-Qur'an bahwa Allah menurunkan air hujan itu sebagai rahmat bagi seluruh alam. Dengan datangnya musim hujan, tumbuh-tumbuhan kembali hijau setelah menjalani musim kemarau yang sedikit air. Bergulirnya musim kawin bagi semua makhluk hidup. dll


Ada satu hal yang jarang kita renungkan. Pernahkan kita berfikir, kenapa kita bisa hujan-hujanan dengan aman dibawah hantaman butir-butir air hujan, padahal air hujan jatuh dari tempat yang sangat tinggi. Yang tentunya ketika jatuh ke bawah mengalami percepatan yang sebanding dengan jarak jatuhnya. maka tidak ada tempat yang aman ketika hujan, walau pake helm sekalipun. Dan genteng pun, mungkin bisa bolong juga. kabayang juga kalau kepala kita kurang rambut....alias botak..

Lalu kenapa kita tidak mengalami kejadian seperti itu? jawabannya adalah, karena butir air hujan berbentuk khas yang menyebabkan butir air hujan TIDAK MENGALAMI PERCEPATAN ketika menghantam bumi. Ini ada dalam Al-Qur'an. Dalam ayat kesebelas Surat az-Zukhruf, hujan didefinisikan sebagai air yang diturunkan dengan "ukuran yang sesuai", sebagai berikut:

Ia menurunkan (dari waktu ke waktu) hujan dari langit sesuai dengan ukuran, dan Kami hidupkan dengan itu daerah yang sudah mati. Demikian juga kamu akan dibangkitkan (dari kematian). (Surat az-Zukhruf, 11)

"Ukuran" yang disebutkan di ayat ini berkaitan dengan sepasang sifat hujan. Pertama, air hujan yang jatuh di bumi selalu sama. Diperkirakan, dalam satu detik, 16 juta ton air menguap dari bumi. Angka ini sama dengan curah air yang jatuh ke bumi dalam satu detik. Ini berarti bahwa air beredar terus-menerus di suatu daur yang seimbang menurut suatu "ukuran".

Suatu ukuran lain yang terkait dengan hujan adalah mengenai kecepatan jatuhnya. Ketinggian minimal awan mendung adalah 1.200 meter. Bila jatuh dari ketinggian ini, suatu obyek yang bobot dan ukurannya sama dengan air hujan akan semakin cepat dan jatuh ke tanah dengan kecepatan 558 km/jam. Tentu saja, obyek apa pun yang membentur tanah dengan kecepatan itu akan menyebabkan kerusakan besar. Jika hujan yang terjadi itu jatuh dengan cara seperti itu, semua lahan panenan akan hancur, kawasan pemukiman, perumahan, dan mobil-mobil akan remuk, dan orang-orang tidak bisa berjalan-jalan tanpa perlindungan ekstra. Padahal, perhitungan ini hanya untuk awan setinggi 1.200 meter; ada juga awan mendung setinggi 10.000 meter. Air hujan dari tempat setinggi ini bisa memiliki kecepatan yang amat merusak.

Akan tetapi, kenyataannya tidak begitu. Dari ketinggian berapa pun, kecepatan air hujan hanya 8-10 km/jam kala menimpa tanah. Alasan untuk hal ini adalah bentuk istimewa yang mereka ambil. Bentuk istimewa ini meningkatkan pengaruh pemecah di atmosfir dan mencegah pemercepatan kala air hujan mencapai "batas" kecepatan tertentu. (Dewasa ini parasut dirancang dengan menggunakan teknik ini.)

Ini belum semua "ukuran" hujan. Untuk contoh, di lapisan atmosfir tempat berawalnya hujan, suhunya bisa turun hingga serendah 400 Celsius di bawah nol. Namun demikian, air hujan tak pernah menjadi partikel-partikel es. (Ini tentu saja berarti ancaman yang fatal untuk makhluk hidup di bumi.) Alasannya adalah bahwa air di atmosfir itu air murni. Sebagaimana yang kita tahu, air murni sulit membeku, di suhu yang sangat rendah sekalipun.
Maha suci Allah....

Label:

diposting oleh Suparman @ 09.52  

2 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda